Bunga, semua jenis bunga pada umumnya memiliki kecantikan, keindahan tersendiri untuk dipandang, mereka memiliki daya pikat tersendiri bagi setiap orang yang melihatnya, tapi apalah arti keindahan itu? apalah arti daya pikat tersebut, jikalau pada tangkainya terdapat duri yang siap untuk melukai orang yang ingin sekedar menyentuhnya? apalah arti suatu daya pikat? apalah arti suatu keindahan, jika memilikinyapun kita tak dapat? hanya kesendirian dalam hidup yang didalamnya.
Namaku Rose ooyama, biasa dipanggil Rose, yah namaku memiliki arti Bunga Mawar, dimana bunga yang menjadi icon sebagai ungkapan perasaan cinta, persahabatan, ataupun kasih sayang. Bunga yang sangat indah untuk dipandang, membuat siapa saja yang memandangnya terkesan. Seperti itulah
hidupku, terlahir menjadi primadona di sekolah, memiliki daya tarik secara alami seperti bunga yang menarik lebah. memiliki keahlian diberbagai bidang akademis maupun nonakademis. Sungguh, hal yang sangat sempurna jika dilihat dari pandangan depan. Tetapi, tuhan adil, apa yang aku dapatkan yang menurut orang sempurna. tetapi, tak sesempurna kehidupanku yang sebenarnya. hidup yang sangat kelam, hidup yang ingin aku sembunyikan dari siapapun juga, hidup yang menurutku sangat hina. Terlahir dari hubungan haram mamaku terdahulu, yah bisa dibilang aku adalah anak haram, anak yang seharusnya tidak lahir, tidak datang sebelum pernikahan sah mamaku dengan papatiriku, yang kini aku sebut dengan sebutan papa. seorang papa yang sebenarnya bukan papa biologisku, tetapi lebih menyayangiku melebihi mama kandungku. kehidupanku sebelumya sangat tenang sebelum umurku meranjak 12 tahun, tepat 9 tahun silam setelah adik laki-lakiku lahir, Micky ooyama. saat itulah kehidupan kami berubah 180 derajat, aku dan papaku yang mengalami kecelakaan mobl saat perjalan akan berangkat sekolah, membuat ia sempat koma tak sadarkan diri hingga 3 bulan sebelum ia menghembuskan nafas terkhirnya pada tanggal 9 Agustus 2009 silam. Saat itu dalam kondisi mata tertutup perban pasca operasi pergantian kornea mata akibat kecelakaan yang kualami dengan papaku. aku hanya merasakan kesepian, tanpa sebelumnya aku ketahui maupun sadari, bahwa kornea yang sekarang ada pada mataku adalah kornea milik papa. setelah perban dibuka oleh dokter, Micky mengatakan padaku yang sebenarnya. gelap, gelap, abu-abu dan kembali jelas, hanya air mata yang kujatuhkan dari kedua mata baruku. menangis, berlari memanggil-manggil nama papa yang kini sudah berada didalam tanah. mamaku yang kini menjadi singgle parent, berusaha menghidupi aku dan Micky, berangkat pagi, pulang malam, kadang juga tak menentu, begitu seterusnya hingga, saat aku tau kenyataannnya bahwa selama ini mama hanya menjadi simpanan kolongmerat, keadaan ini menjadikanku yang kini berumur 14 tahun menjadi sedikit gila! aku hanya melampiaskan segalanya pada ilmu pengetahuan, seluruh hari-hariku kuhabiskan untuk belajar, belajar dan belajar. hingga hubunganku kini dengan mamaku sedikit lebih canggung, aku dan micky juga, hanya bicara sepelunya seperti "sudah makan?" itulah yang sering aku tanyakan padanya, karena bagaimanapun dia masih adikku, aku kasihan melihat dia, diusianya yang muda 2 tahun dibawahku harus merasakan kehidupan setan ini.
Suatu malam, saat aku berkutik dengan buku-buku pelajaran, tiba-tiba handphoneku berbunyi, aku langsung mengeceknya, ternyata pesan dari Micky "Kak, aku pulang agak telat, aku sudah makan kok, jadi jangan khawatir" aku hanya melihat sekilas dan kembali melanjutkan belajarku, waktu menunjukkan jam 11 malam Micky belum juga pulang, sedangkan mama sudah tertidur seakan ia hidup sendiri tanpa memperhatikan anak-anaknya. Aku mengambil handphoneku, segera aku tlpn Micky, suara tersambung dan terdengar suara dari seberang "Hallo kak?" suara Micky yang kukenal "Sudah jam berpa? kenapa belum pulang?"
"ah.. aku pulang besok subuh kak, lagi belajar kelompok dirumah teman"
"oh.. jangan lupa besok sekolah"
"iya kak" tak lama setelah itu sambungan terputus.
kurebahkan diriku diatas kasurku, kupejamkan mata, tetapi saat kupejamkan mataku, gambaran saat peristiwa kecelakaanku dengan papa kembali hadir menghantuiku, sekujur tubuhku dibasahi keringat serta nafas yang ngos-ngosan seperti telah lari maraton 10km. aku berjalan kearah meja belajarku, kubuka laci dan mencari botol obat, segera aku meminumnya. "Berapa lama lagi aku haru seperti ini?" aku duduk dilantai dekat meja belajarku, menangisku memecahkan keheningan malamku hingga aku tertidur.
pagi hari, mama menyiapkan sarapan dan "Srapan dulu Rose" ia berkata, namun dengan dinginnya aku membalasnya, tanpa berkata apapun aku langsung pergi berangkat sekolah. yah sejak aku tahu kelakuan mama, hubungan kami menjadi buruk. dalam perjalanan sekolah aku mampir ke toko swalayan, aku hanya membeli roti dan minuman hanya untuk menganjal perut, dan lagi-lagi bertemu pria aneh yang selalu melemparkan senyuman ketika aku melihatnya, aku hanya membalas senyumannya seadanya, ia selalu menawarkanku tumpangan menuju sekolah, tapi aku selalu menolaknya. Yah jika dilihat dari seragamnya dia anak smp saingan tim Basket smpku yaitu SMP Alexsus, smp khusus cowok, yang katanya sekolah anak-anak kece, sedangkan aku sekolah diSMPN 1. Selalu seperti ini, bangku belajarku selalu ada saja barang dari lawan jenis yang notabenya menyukaiku, tapi aku selalu mencuekinya. Aku memberikan semua itu kepada Sahabatku, Maria. ia dengan senang hati menerimanya. kehidupanku selalu seperti ini, menjadi juara 1 saat dikelas, menjadi ketua tim Renang sekolahku, selalu menjadi perwakilan sekolahku dalam lomba, tidak ada yang baru hanya seperti ini, mendapatkan berbagai penghargaan yang membuat teman-temanku iri nyatanya tidak membuat aku senang. Malam harinya ketika aku bersiap akan tidur Micky kembali sms "kak aku pulang telat karena ada sesuatu, tidakusah cemaskan aku, tidurlah" aku hanya menghembuskan nafas berat. selalu setiap malam seperti ini, tidak pulang, dan waktu bertemu kami hanya sepulang sekolah hingga jam 7 malam, dan hal ini terus berulang selama 1 tahun lamanya, sebelum aku mengetahui apa yang terjadi sebenarnya...


0 komentar:
Posting Komentar