Mimpi? ya mimpi. berandai akan menjadi seorang Cinderlella.
gadis biasa yang berawal dari mimpi, berharap menjadi seseorang yang luar biasa.
ya mungkin bagi orang hal seperti ini adalah hal yang aneh, menghabiskan waktu untuk berangan-angan, semua mengangapku sebagai gadis aneh..
suatu pagi, seperti biasa, kuhabiskan hariku untuk tetap berada didalam kamar, menghadap kearah jendela, kehangatan mentari yang menembus membuatku terbuai dalam khayalanku.
"Mira, cepat bangun, sudah waktunya untuk kontrol kesehatanmu"
aih suara mami merusak imajinasiku. "iya mi" aku langsung bersiap-siap, yah.. hal ini yang rutin selalu aku lakukan, hidup yang bisa dibilang terbatas ruang gerak karena kondisi kesehatan, seorang pengidap penyakit Leukimia, dan seorang yang baru menerima....
transplatasi jantung, kini harus sering bolak balik berkunjung kerumah sakit.
kondisi rumah sakit yang sama setiap saat aku berkunjung sama saja seperti itu, lalu lalang orang tetapi tetap tenang, aura dingin mencengkram walaupun banyak orang, bau obat-obatan yang tercium dimana-mana, barang-barang medis, dokter, suster dan juga dokter residen. ahh.. semuanya sama saja, membuatku sedikit bosan. topi rajutan merahmuda, jaket kulit dipadu syal coklat, dengan balutan sepatu boots yang cantik, sekelias terlihat sebagai orang yang normal, tanpa ada sakit sedikitpun, nyatanya? ah.. sudahlah terima saja, karena Tuhan masih menyayangiku tentunya, karena pada waktu itu saat hidupku diambang kematian, kesempatan hidupku datang lagi, walaupun kini di dalam diriku terdapat hidup adikku yang juga merupakan kembaranku. Mirna, ia terpaksa mendonorkan jantungnya padaku, karena leukimia yang sama sepertiku, segala pengobatan baik kemo maupun alternatif nyatanya tidak berhasil, aku tahu, Mirna pasti merasa capek dan putus asa, tepat pada saat ulangtahun kami yang ke 17tahun, 7hari setelah kecelakaan hingga terjadi kerusakan pada jantungku, ia memutuskan untuk mendonorkannya padaku.
Kamar inap rumahsakit yang selalu jadi kamar keduaku mulai sekarang, lalu aku menaruh barangku dilemari dan berganti pakaian pasien, kurebahkan diriku di kasur, jadwal kemo yang haru kujalani masih besok, jadi kuhabiskan hari ini untuk membaca buku dan mulai berkhayal.
"Berjalan-jalan di hamparan kebun bunga dengan dihiasi rerumputan yang segar, bersenandung ria, berlarian dengan kupu-kupung, angin yang berhembus sepoi-sepoi diiringi nyanyian burung, tiba-tiba.. dari balik pohon datang pangeran dengan kulitnya yang putih, alisnya yang tebal, bibir sexsy yang membuat senyumannya menawan dan.." khayalanku buyar ketika pintu kamarku terbuka, aishh.. pangeran yang baru saja aku bayangkan hadir di balik pintu, perlahan berjalan mendekatiku, "apa aku bermimpi?" kataku dalam hati yang lalu mencubit sendiri pipiku "aak" aku meringis. "kamu tidak papa?" oh god, suaranya, suaranya membuat jantungku benar-benar berdegup kencang, mungkin dimatanya aku tampak aneh tetapi.. telapak tangannya kini menyentuh dahiku, aku salah tingkah, ia lalu berkata "sedikit demam, saya ukur suhu anda dulu ya, dan setelah itu saya ukur tekanan darah anda" ia mendekatkan termometer dilubang telingaku. "syukurlah tidak apa-apa dan tekanan darah normal" ia lalu membereskan peralatannya dan pergi. "permisi.. itu.." ia lalu berbalik menghadapku "iya? ah lupa, saya Vian, dokter residen tahun pertama, saya yang mulai saat ini merawat anda" "ah begitu" ucapku malu-malu "baiklah jika tidak ada apa-apa lagi, saya pergi dulu" ia lalu berjalan keluar.
aku mengeleng-gelangkan dan menepuk pipiku agar aku sadar, seseorang yang telah menghidupkan detak jantungku sejak pertama jantung ini hadir didalam tubuhku, apakah? apakah dia yang aku impikan selama ini? seorang pangeran yang berawal dari mimpi dan khayalanku? perasaan ini? akankah begitu cepat? akankah secepat ini? hanya tumbuh saat pertama kali bertemu,hanya beberapa menit saja.
Keesokan harinya, jadwal untuku segera kemoterapi, aku yang masih tertidur saat itu, hangat cahaya matahari yang menembus jendela kamar dan mengenaiku. aku terbangun, ketika aku membuka mata. "pangeran" ucapku, ia lalu tersenyum, dan aku sadar.. itu dokter Vian, ia lalu menyapaku "sepertinya mimpi yang indah ya?, sekarang sudah saatnya mari pergi ke ruang kemoterapi". aku berjalan sedikit lemas, jujur ini bukan pertama kalinya, tapi entah kenapa aku merasa perasaanku sedikit risau, sejujurnya, mungkin ini karena kehadiran dokter Vian, aku hampir gila karena ini, aku terdiam, lalu dokter vian menghampiriku "tenang saja, aku yakin kemoterapinya akan berhasil" iapun tersenyum dan, god aku secara tidak sadar ikut tersenyum kepadanya. Kemoterapi yang telah aku jalani nyatanya memang berhasil, tetapi itu hanya pada awalnya saja. saat hari dimana aku akan pulang, aku kembali terjatuh, kemoterapinya tidak berhasil, malah pertumbuhan sel kankernya bertambah semakin cepat. Kini hari-hariku kuhabiskan berada dirumah sakit, sudah sebulan semenjak kemoku gagal, aku dan dokter Vian kini semakin dekat saja, tetapi kebahagiaan itu harus kubayar bahwa kondisiku semakin hari semakin buruk. berulang kali kemo kulakukan tetapi selalu saja tubuhku menolaknya, tubuhku kini menjadi sangat lemas dan tidak berdaya, dan kau tau? aku seperti ayam kalkun, ya, rambut panjangku kini telah habis karena rontok, aku menyadari kareana ini efek dari kenoterapi yang aku jalankan. "tadaa~" dokter Vian masuk kekamarku suatu hari, ia memberiku hadiah rambut palsu, ia memasangkanya di kepalaku. "lucu" katanya. aku hanya melihat diriku dicermin, gadis yang semakin kurus, kini dengan rambut pendek yang manis. "terimakasih" dokter Vian lalu meawarkanku untuk berkeliling dengan bantuan korsi roda. kami berjalan menuju halaman rumah sakit, "Mir, aku harap kamu sembuh, masih ada kesempatan untuk melakukan kemoterapi lagi" benar dokter vian meyakinkanku lagi untuk melakukan kemo, tetapi aku tidak berniat untuk melakukannya lagi.
"keadaanku semakin hari semakin buruk, jika kemo kali ini tidak berhasil.."
"aku yakin, kemo kali ini akan berhasil, percayalah"
"tetap, biar saja seperti ini, aku tidak mau mati lebih cepat" ucapku sambil memalingkan muka, dokter Vian memegang kepalaku dan kini jarak matakami berdekatan.
"aku lebih tidak ingin kehilangan kamu"
"....." aku kaget dengan ucapannya barusan
"aku meminta ini bukan sebagai doktermu, tetapi sebagai Vian, pria yang menyayangimu"
"Dokter.."
"kumohon, lakukanlah" dokter Vian lalu memeluku, aku merasakan pelukannya seakan-akan ia takut kehilanganku, aku menangis dipelukannya.
sesampainya dikamar, aku berkata bahwa aku mau melakukan kemoterapi lagi, aku bertekat untuk sembuh. dokter Vian tersenyum dan berkata "terimakasih, aku yakin kamu tetap hidup". dokter vian yang menyampaikan hal ini kepada dokter ketua yang menanganiku mengatakan "apa kamu bodoh? kemopun sudah tidak ada hasilnya. apa kamu mau membunuhnya dengan kemo kali ini?" ucap ketua denan geram.
"tidak bisahkah kita memberikan harapan hidup untuk pasien yang memiliki semangat hidup? kenapa kita harus merenggutnya?"
"jangan libatkan urusan pribadi dengan pekerjaan, aku tetap tidak setuju"
"tapi ketua" dokter ketua berjalan meninggalkannya dan hendak keluar, ketika pintu terbuka, tampaklah aku. ya aku sudah mendengar semua percakapan yang terjadi, tubuhku mengkaku.
"Mira.." ucap dokter Vian membuyarkan lamunanku
"Dokter ketua, jika kali ini nyatanya juga tidak berhasil dan membahayakan hidupku, tidak apa. aku ingin melakukannya, aku percaya bahwa aku masih bisa hidup normal, tolong lakukanlah, tak perduli apayang akan terjadi nanti" ucapku
"Mira.." ucap dokter Vian terharu
"tapi, pertumbuhan selkangkermu sangat cepat,jika kemo kali ini gagal, kemungkinan kamu akan kehilangan nyawamu"
"hal itu.. aku tidak perduli, tolong lakukanlah dok.."
hari dan saat aku melakukan kemoterapiku, aku tersenyum seakan aku sekarang telah sembuh. dokter Vian menemaniku. "semangat, aku yakin kali ini akan berhasil" ia lalu memelukku. kami melepas pelukan itu dan aku masuk ruang kemo, seperti biasanya, kemo yang aku jalani memang terasa sakit. tetapi sakit bertambah karena kondisiku tiba-tiba drop dan.. semua gelap, aku tidak sadarkan diri..
3 hari aku tidak sadar, benar saja kemoku gagal, kini kondisiku benar-benar bertambah buruk, dokter vian yang baru-baru ini aku ketahui jika setiap hari ia menemaniku, ia senang dan lega bukan main sadat mengetahui aku sadar. "semua salahku, aku terlalu melibatkan urusan dan perasaan pribadiku, karenaku kondisimu bertambah buruk, mafkan aku.. maaf.." dokter vian menangis sambil memegang tanganku. aku mengusap air mata di wajahnya dngn tanganku yang satunya, sangat sulit rasanya karena tubuhku melemah. dengan sekuat tenanga aku berkata " ti..tidak apa..apa.. se..muanya.. aku.. yang meminta.. bukan salah dokter.." aku merasa nafasku tersengal-senggal.. tubuhku benar benar melemas, alat pemantau detak jantung menunjukan bahwa keadaanku sangat kritis, dokter Vian panik. dokter yang lain segera datang, dan berusaha menyelamatku, dengan berbagai kekuatan yang aku kumpulkan, aku mengatakan "A..ku Mencintai..mu.." aku mengalirkan air mata dan monitor menunjukan tidak adanya aktifitas jantung lagi. aku pergi, dokter vian hanya bisa menangis dan mengoyang-goyangkan tubuhku, dengan berat ia mengumumkan kematianku.
"taukah kamu? saat aku merasa tidak mungkin, kamu datang membawa kemungkinan itu, aku tau jika hal itu takkan berhasil, aku tetap ingin melakukannya karena hal itu lebih baik daripada aku hanya menunggu kematianku, terimakasih untuk selama ini, kau tau, kurasa kaulah cinta terakhirku.."
CONVERSATION
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)


0 komentar:
Posting Komentar