image1 image2 image3 image4 image4

HELLO I'M NISFI RYOKO|WELCOME TO MY WORLD|FOR YOU WHO WANNA FRIEND TO SHARE|JUST COME AND SHARING HERE^^

Angin Pantai


Derai suara ombak yang menggulung, hembusan angin berlarian menerpa tubuhku, kicauan burung yang bernyayi liar di udara, menggambarkan seakan tiada satupun masalah yang mereka hadapi. Suara ombak yang terpecah oleh karang, seakan menisyaratkanku untuk bergabung dengannya, bergabung dengan pecahan putus asa ombak laut. Selagkah, dua langkah aku berjalan dengan pikiran kosong menuju laut, ingin kusudahi semua ini, pendereitaan hidup yang tak bisa kuhadapi. Siapa yang tahu, aku sedikitpun tak pernah menceritakannya. Kini semakin jauh aku melangkah tubuhnku sedikit demi sedikir mulai tenggelam, namun samar-samar aku mendengar suara.
“Cukup, berhenti sekarang juga!” jerit suara pemuda yang sangat familar bagiku, terdengar suara percikan air yang tercipta karena langkah kakinya, samar-samar aku mendengar dalam air, namun akhirnya tak dapat kudengar lagi.
*****



            8 tahun lalu, ketika umurku akan menginjak 17 tahun, yah umurku akan menjadi 17 tahun, benar-benar umur yang ditunggu-tunggu semua remaja. Ada yang berkata umur 17 adalah tahun termanis, tahun yang merubah segalanya, namun itu bagi mereka. Bagiku umur 17 tahun adalah awal dimana segala kepahitanku tercipta, dengan kado terpahit dimana kudapatkan fakta bahwa kedua orang tuaku bercerai, fakta dimana kakakku masuk penjara karena penyalahgunaaan obat-obat terlarang. Benar-benar tahun yang lengkap kan?
            Sejak saat itu, kini hidupku bagaikan bola pimpong, tidak ada satupun yang perduli dengan hidupku, kedua orang tuaku? Mereka benar-benar sudah lepas tanggung jawab, hatiku kosong, ingin sekali aku menjerit, menangis tersedu, namun apa gunanya? Tangisan dan jeritanku takkan pernah merubah keadaan seperti semula. Kembali seperti dimana kebahagiaan, kehangatan sebuat kluarga yang utuh terlukis dalam rumah yang indah. Apa yang bisa dilakukan anak gadis yang terbiasa hidup nyaman sepertiku?
            Saat awal dimana semua rentetan kepahitan ini menyerangku, pernahku bercerita kepada sahabatku, memang ini salahku. Tak disangka, aku yang dulunya terkenal menjaga martabat, kehormatan serta hargadiriku, kini pupus sudah. Sejak tiada lagi yang perduli denganku, sejak temanku tega menjerumuskanku. Botolan alkohol yang menemaniku, obat-obatan yang mengurangi rasa depresiku, menjadi wanita sewaan, sekedar untuk menemani pria-pria berhidung belang, yah! dengan cara ini aku bisa mendapatkan uang, aku bisa tetap bersekolah, hidup mewah dan lagi dapat membeli teman depresiku.
            Kini aku tinggal diapartemen mewah milik bosku, segala pakaia, tas dan sepatu bermerek, kini terpampang jelas diestalase apartemenku, sebuah mobil sport mewah, kartu kredit no limit yang aku miliki, yah semuanya aku miliki, bahkan lebih dari apa yang duu aku miliki, apartemenku menghadap hamparan laut yang indah. Kadang aku bersyukur pada tuhan, setidaknya paras cantiku inilah yang dapat membuatku bertahan hidup, bagai mentari, sinar dan panasnya yang indah sangat brmanfaat bagi orang lain, kini aku bukanlah aku yang dulu, banyak yang sudah tidak mengenalku. Tapi, apakah harus aku pikirkan. Mereka hanyalah anak igusan yang tidak tahu bagaimana pahitnya hidup ini. Hidup yang kujalani beberapa tahun ini.
*****
“kriiing...kringg..kringg” bunyi bel masuk sekolah. 5 menit kemudian walikelasku datang, segera beliau mengabsen kehadiran siswa 12-2.
“Alice”
“Hadir”
“Ben”
“Hadir”
“Mark”
“Hadir”
“Tom”
“Hadir” dan..
“Brak!” suara pintu kelas terbuka keras, aku dengan gampangnya melangkah masuk dengan, sembrononya, pakaian yang tidak rapi, permen karet yang masih terkunyah dimulutku, aku langsung duduk tanpa menggubris guruku, sedangkan Vey, teman yang mengenalkanku pada kehidupan gelap namun mewah ini berada dibelkangku dengan melambai kepada walikelasku lalu langsung duduk.
“Nana, kamu tau ini suah jam berapa?” Sapa halus walikelasku yang biasa kupanggil Bu To, kenapa? Karena badannya yang besar.
“jam 8” jawabku singkat, lalu segera aku memasang headset ditelingaku.
“Nana..!” teriak Bu To yang sudah mulai habis kesabarannya. “Lepaskan segera headset ditelingamu” Teriaknya lagi. Akupun idak menggubrisnya dan langsung memalingkan muka dengan posisi duduk bersandar, bu To yang kehabisan kesabarannya, berjalan menghampiriku, segera ia mencopot headset yang terpasang ditelingaku dengan kasar. Sontak aku kaget.
“Dasar anak murahan apa ini caramu memperlakukan gurumu?” hardik Bu To.
“ck” bantahku singkat sambil memalingkan muka dan memejamkan mata, seakan aku tidak mendengarnya.
“Saya sudah sangat bersabar dengan semua tingkahmu! Tapi ini balasanmu? Apakah ini yang orang tuamu ajarkan?”
Aku yang tadinya terpejam, sontak bangun dengan tatapan garang, karena beliau menyebutkan orang tua, semua temanku memperhatikan kami. Vey terlihat gelisah.
“Apa melotot? Apakah orang tuamu tau kamu bertindak sebegitu murahannya? Apa mereka tau tingkahmu kepada gurumu?”
Aku dengan marahnya lalu mengebrak meja, Bu To Terkejut,semua teman-temanku pucat pasi, Vey memegang lenganku, berusaha menenangkan.
“jika ini masalah saya dengan anda, hina saya, remehkan saya. Tapi jangan bawa-bawa orang tua!” bentak saya sambil membalik kasar meja dihadapannya.
“Sudalah Na, kita cabut aja” kata Vey.
Aku berlalu meninggalkan kelas, dengan perasaan kesal, sesekali aku menemdang pintu. Bu To terdiam pasi.
            Aku berjalan menuju tembok pembatas sekolah dan luar, aku melompati pagar, niatku membolos, sudah tiada gairah untukku kembali belajar hari ini. Hal yang pertama aku lakukan adalah membeli pakaian baru, dan bergantinya. Kini aku berpakaian bebas, seragam yang ada di tas karton, tetap kubawa. Aku berjalan entah kemana, aku hanya ingin merefreshkan pikiranku. Aku berhenti disebuah kedai, aku memesan minuman beralkohol. Kuteguk sesekali setelah putung rokok kuhisap. Sesekali aku mendesahkan pelan unek-unekku.
“sudah hampir 2 tahun lebih, aku hidup seperti ini” segelas alkohol kuteguk “semuanya tercukupi, tapi hatiku bagai ruang tanpa isi, kosong dan dingin” kuhisap rokokku dan kuteguk frustasi segelas alkoholku, terus dan terus kutuang, tak terasa air mataku mengalir lagi.
*****
Seminggu terakhir ini aku tidak melihat Bu To. Ada perasaan menyesal, namun aku tidak pernah menggubrisnya. Namun hari ini ada sesuatu yang lain, seorang pemuda tampan masuk kedalam kelas, aku cuek. Lalu ia memperkenalkan dirinya.
“Selamat pagi, mulai hari ini saya akan menjadi walikelas kalian, panggil saja saya pak Rey. mohon bantuan kalian” sapanya dengan menebar semyuman manis.
“Baik pak..!” sapa teman-teman antusias, Teramasuk Vey.
“Pak Bu To kemana?” tanya Alice
“Bu To?” ulangnya bingung.
“uhm maksudsaya bu Toni”
“ah beliau telah mengundurkan diri” sontak teman-teman memandangku aneh, aku cuek saja.
“uhm disini ada yang bernama Nana?”
Semua teman-teman dengan kompak menunjuk kearahku? Aku hanya terdiam.
“nanti sepulang sekolah tolong menghadap keruang konseling ya.”
*****
Sepulang sekolah, dengan langah gontai, aku menuju ruang konseling, entah mengapa kahir-akhir ini akusering sekali berkujung keruangan ini, namun tetap, semua nasihat hasilnya nihil, kerena nasihat bagiku hanya angin lalu takan bisa memngembalikan apa yang telah terjadi. Mereka hanya bisa berkata dengan gampangnya karena mereka tidak tau apa yang kurasakan.
“selamat siang pak” sapaku malas.
“oh, siang. Silahkan duduk” tanggapan pak Rey. Aku duduk berhadapan dengan pak Rey, suasana menjadi canggung.
“Namamu Nana?”
“iya”
“Apa alasan kamu sekolah?” tanya pak Rey tiba-tiba.
“Kewajiban pak” jawabku sontak.
“Bukan, itu hanya alasan, sebenarnya kamu merasa sendirian, kamu ingin mencari teman bukan?”
“...” aku terdiam.
“saya mengerti apa yang kamu rasakan, mereka hanya menilaimu sebelah mata,karena kamu juga menunjukan kepada mereka sebelah mata”
“maksudnya pak?”
“karena kamu tidak pernah membiarkan mereka mengetahui kondisimu yang sebenarnya, jika seperti ini, lambat laun kamu akan semakin terpuruk”
“jadi intinya”
“jujurlah pada dirimu sendiri, apa yang membuatmu bahagia lakukan, semua yang kamu lakukan kini hanya pelarian bukan kesenanganmu, sampaikapan kamu akna begini? Menyusahkan semua orang.”
“Maaf apa maksud bapak?” aku terkejut karena beliau mulai menyudutkanku.
“jika tujuan hidupmu, pergi kesekolah seperti ini saja, sebaiknya keluar saja, merepotkan saja”
            Aku yang merasa disudutkan seperti ini, sontak bangkit, aku hanya berfikir, mengapa dia berkata seperti itu? Pernahkah ia menjadi, merasakan bagaimana menjadi diriku.
“anda bicara, seakan-akan mengetahui perasaan saya, tapi kini apa? Anda sendiri yang menyudutkan saya? apa itukah yang disebut mengetahui perasaan saya?” aku mengambil tas, dan segera melangkah pergi, tapi pak Rey berkata padaku.
“setiap manusia memiliki masalah, aku pernah jadi diposisimu” katanya dingin “kamu lihat? Bekas suntikan ini?”
Aku terdiam dan menoleh, memandang lengannya yang telah disibakkan kemejanya.. aku terdiam pasi, aku melihat banyaknya suntikan dan sayatan di lengannya.
“lebih dari penderitaanmu, sebelum akhirnya aku memutuskan menjadi guru, sempat aku mengakhiri hidup ini, semua teman depresi memang sahabat terbaik, tapi semua tidak bisa selamanya.”
            Aku meresapi kata-kata itu, flahback sejenak, setelah aku pikir kembali, memang benar, selama ini semua teman depresiku hanyalah teman sementara. Tak dapat selamanya menutup luka hati ini, namun apa daya. Sudah cukup berat beban hidupku ini. Aku paham, pak Rey berkata begini tidak asal berkata. Tak kusangka yang dulunya telingaku bagaikan tuli akan seluruh nasihat, entah angin apa yang bia menembus ketulian ini, sepanjang malam aku berfikir. Sampai kapan aku terus hidup seperti ini? Hidup tanpa mimpi dan tujuan?
“Sekarang, buatlah tujuan masa depanmu?” kata pak Rey tiba-tiba membuyarkan keheninganku.
“tujuan masa depan?” aku mengulangi kata-katanya.
“yah, tujuan masa depan, apa yang ingin kau capai dimasa depan! Buatlah dan tentukan dari sekarang!”
“sekarang? Apakah belum terlambat?”
“Tidak ada kata terlambat jika kita ingin berusaha Nana.” Jawab pak Rey penuh makna.
*****
            Sejak saat itu aku memutuskan untuk meninggalkan kehidupan mewah namun gelapku, apartemen mewah, mobil, kartu kredit semua aku tinggalkan diatas meja apartemenku, kini aku pindah ketempat kost kecil didekat sekolah, hal ini agar memudahkanku. Sejak saat itu aku giat belajar. Dari pagi hingga malam, kusibukkan hariku dengan mengejar ilmu. Jika dulu sewaktu malam clubbing dan lain-lainnya adalah duniaku, namun kini berubah total! Duniaku berada dalam jalan menimba ilmu kini.
            Jalan yang kutempuh tak semulus yang aku pikirkan, ada saja yang menjadi batu sandungan, masa lalu yang kelam seakan menuntut balas kepadaku. Jatuh bangun sudah bagaikan alasku untuk tetap berjalan. Aku malu, aku merasa hina akan diriku. Aku bertekat harus sukses. Mimpi menjadi pengacara, memuatku lbeih bersemangat aku ingin membela siapapun yang membutuhkan pembelaan hukum atas ketidak perlakuan ketidak adilan dalam hal hukum.
            Pak Rey juga membantuku dalam seluruh mata pelajaran, dari sepulang sekolah hingga larut malam, pak Rey membantuku dan mengajariku dengan telaten pelajaran apa saja yang aku tidak mengerti, sedikit-demi sedikit aku bisa mengejar ketertingalanku.Aku salut dengan beliau, walaupun kehidupannya terbilang lebih kelam. Tapi kini ia menjadi sukses, sukses dalam karir, kecakapannya dalam segala bidang membuatnya tampak sempurna terlebih lagi, parasnya yang begitu tampan menambah kesan sempura dimata semua orang, yah kesan sempurna sebelum mereka benar-benar mengetahui masalalunya.
            Setengah tahun aku berkerja keras, jatuh bangun,kurang tidur, kehilangan kehidupan yang biasanya, menjadi sesorang yang gila belajar, namun semua ini aku jalankan dengan hati ikhlas. Hari ini, seluruh kerja kerasku telah terbayarkan, saat acara kelulusan, namaku jelas terpampang di peringkat 3. Walaupun tidak behasil menempati pringkat 1 atau 2. Tapi hal ini merupakan suatu kebanggaan bagiku. Anak yang putus harapan sepertiku, banyak kertinggalan sepertiku, namun hanya setengah tahun kerja keras mengejar kembali aku bisa melalui semuanya.
            Seseorang yang sangat-sangat berarti bagiku, mampu membawaku keluar dari kelam dan gelapnya jalan dimasalalu yang aku jalani, terkadang merndukan sosok kedua orang tua sangat aku rindukan, tapi apa daya? 3 tahun mereka sudah hilangkontak denganku, jangankan memberiku kabar, memberiku nafkah untukku hidup dan sekolah tak sepeserpun aku dapatkan sejak perceraian itu terjadi 3 tahun lalu, kakakku yang masih mendekam dibalik penjarapun tak pernah aku jenguk. Bagiku keluarga, teman dan sahabatku saat ini hanya pak Rey.
            Sejak saat itu hubungan kami sangat dekat. Tak tau mengapa, angin yang berhembus damai dimalam hari, membawa keharuman yang berbeda membuat hati berdegup kencang. Setiap aku bertemu dengannya, aku menyadari bahwa kini aku jatuh cinta padanya. Bodoh, mengapa harus pak Rey? Umur kami terpaut begitu jauh. 8 tahun perbedaan diantara kami. Namun, sepertinya perasaanku tidak bertepuk sebelah tangan, ia juga memiliki perasaan yang sama. Namun, hubungan kami ini tidak berkembang apa-apa hanya sebatas murid dan guru, hubungan yag tetap sama sejak pertemuan kami setengah tahun lalu.
            Hari ini, tak sengaja aku mengungkapkan seluruh perasaanku, sama hanya denganku, diapun mengungkapkan seluruh perasaannya denganku, alangkah terkejutnya, ternyata pak Rey adalah teman kakakku, ya kakakku yang kini masih mendekam didalam penjara.
“Sudah sejak lama aku memiliki perasaan khusus padamu Nana, sejak aku sering menginap dirumah Roy, dia adalah sahabat terbaikku, perasaan menyesalku karena kini hanya dia yang mendekam didalam penjara.”
“Biarlah, semua hanya masalalu, masalalu memang indah, bagaikan ukran yang memberiku pengalaman bagaimana hidupku selama ini, namun aku kini hidup dimasa ini, dan hidupku untuk yang sekarang” jawabku
Sejak saat itu hubungan kami semakin dekat, setahun kami mejalin hubungan manis, setahun itupula ia membuatku berubah menjadi gadis yang ceria, sebelum semua masalah ini menimpaku.
Namun, aku tidak tau mengapa dan apa alasanya, ketika pagi ini aku berkunjung kerumahnya, rumahnya nampak kosong, tanpa barang dan perkakas miliknya satupun. Beribu kali aku menghubunginya, sms, telephon maupun email, namun tak ada satupun yang seakan diterimanya, yah dia belahan-lahan pergi. Pergi dari hidupku yang mulai menjadi indah ini. Kepergiannya yang tak bisa kuterima menyebabkan luka dalam kedua kalinya. Kini aku menjadi sosok yang dingin, lebih dingin dari sebelumnya, namun. Untuk meringankan rasa sakitnku ini, aku putuskan bersekolah lagi, mengambil jurusan hukum, jurusan yang sama seperti keinginanku untuk masa depan dimasa lalu.
*****
5 tahun aku berusaha untuk lulus pendidikan hukumku, seperti orang gila yang lupa apapun hanya belajar belajar dan belajar yanga aku tahu. Hampir setiap malam dalam seiggu hanya 3 malam aku tertidur. kini aku sudah menjadi pengacara, pengacara junior jika dibandingkan senior-seniorku yang berkerja di lembaga konsultan hukum yang sama denganku. Namun namaku cukup terkenal disana, kesuksesan materi dan karir kini aku dapatkan utuh. Yah! Tuhan tidak pernah tidur dan membalas semua pekerjaan hambanya sesuai dengan usaha apa yang telah ia lakukan.
Rio, kakakku hari ini bebas dari penjara, selama mendekam 8 tahun dipenjara, akhirnya ia bebas juga, satu-satunya kerabat yang dimiikinya hanyalah aku saat ini, ada perasaan enggan menerimanya, bagiku ada ataupun tidak adanya keluarga tidak akan berdampak apa-apa bagiku. Hidup 8 tahun sendiri, sukses yang aku dapatkan saat ini, karena hasil usahaku sendiri, mereka semua telah lama hilang dari hatiku. Namun bagaimana, ia tak memiliki tujuan, sebagai seseorang yang masih memiliki ikatan darah, tak lantas aku sanggup menelantarkannya, terlebih ia baru keluar dari penjara.
“hari ini tidur dulu di rumahku, nanti aku carikan rumah untuk kakak.” Kataku dingin sambil mengemudikan mobil
“baikhlah, apa yang terjadi dalam 8 tahun belakangan ini? Kamu sekarang terlihat hebat” ledek kakakku.
“...” aku diam membisu, ia takkan pernah tau dan mengerti bagaimana perjuanganku meraih mimpi ini.
Kami sampai didepan rumah, rumah yang cukup besar untuk ditinggali sendiri, rumah yang terletak dikawasan pemukiman elit. Aku mempersilahkan kakakku tinggal dirumahku untuk beberapa hari, karena mencarikan rumah tidak gampang, terlebih pekerjaanku dikantor yang menumpuk.
            Pekerjaanku, membawaku kembali bertemu pak Rey. Kami bertemu diPantai saat aku hendak pergi kerumah klienku. Sontak akumenghentikan mobilku, dan berhambur memeluk pak Rey, seseorang yang sangatlah berartibagiku, walaupun 5 tahun kami berpisah. Aku tak bisa sedikitpun melupakannya, segalanya yang kulakuakan hanya sebatas untuk melupakan dirinya.
“Aku merindukanmu” kataku dengan memelukan pelukanku, ia melepaskan pelukannku dan mengajakku berbicara.
“maaf” katanya, aku hanya berkaca-kaca mendengar kata maaf darinya yang sudah lama suara itu kurindukan.
“Tak masalah bagiku, mungkin masalaluku membuatmu kini berfikir kembali untuk bersamaku” kataku dengan menahan tangis yang pecah.
“...” ia tetap terdiam.
“bagaimana kabarmu 5 tahun ini? Apakah sudah menikah?” kataku
“...” ia masih tetap terdiam, lama suasana kami menjadi hening.
“masalalu, 17 tahun yang seharusnya membuatku menjadi orang yang lebih baik,namun keadaan membuatku bertambah buruk, 2 tahun lebih, sekitar 5 kali prosedur aborsi telah ku lakukan, overdosis obat sudah biasa, benar-benar hidup yang baik kan? “ kataku
“...” ia masih tetap diam, tapi menoleh kearahku, seperti ia menaruh simpati dengan verita yang sebenarnya dari mulutku.
“tapi, itu hanya sebentar, seseorang membawaku kejalan hidup ynang lebih baik, yang lebih bermakna. Menunjukan bagaimana seharusnya aku hidup. Seseorang yang telah mengobati luka dihatiku dan mengisinya, namun..” belum sempat aku melanjutkan kata-kataku iapun berkata “maaf” dengan dingin ia beranjak lalu pergi.
            Perasaanku kalut, semuanya terasa runtuh sekarang, ditolakseseorang yang sangat berati dan kurindukan. Membuat hatiku benar-benar teluka. Aku membanting stir dan memacu mobilku kearah pulang, aku tidak memiliki semangat kerja untuk saat ini, sepanjang perjalanan aku menangis, menangis tersedu dengan pilunya, dengan sesekali aku menjerit dan memukul setir. aku berhenti dipinggir jalan, dan menangis sejadinya. Hujan turun, bagai mewakili perasaan piluku saat ini. Aku menangis bersama hujan. Dinginnya udara menusuk hatiku. Menangis seperti ini sudah lama rasanya.
            Aku sampai dirumah, dengan perasaan pilu aku memasuki rumah, namun situsaiku dibuat bertambah buruk setelah aku melihat apa yang terjadi didalam rumahku, berantakan seperti habis disatroni perampok, aku cuek. Aku langsung bergegas menuju kamarku. Namun, situsai kamarku benar-benar kacau, selimut, sprei baju dan almari yang terbuka dengan barang didalamnya yang tercecer membuat hatiku sedikit gelisah, aku langsug berjalan menuju laci dibawah mejaku, tempat dimana akta rumah dan semua tabunganku kusimpan. Benar dugaanku, semuanya kini lenyap. Aku, memangil kakakku, namu tidak ada jawaban, seketika aku berlari menuju kamarnya, dan sudah kosong. Hanya sepucuk kertas yang kutemukan dan tertulikan “Terimakasih adikku tersayang” Seketika, kakiku lemas dibuatknya, aku benar-benar pusing, kini benar-benar aku ingin mengakhiri hidupku. Sudah cukup menderita aku, benar-benar aku merasa harus seera mengakhiri hidupku.
*****
Aku memacu mobilku penuh menuju pantai tempat kami bertemu tadi, menangis aku sesjadi-jadinya disepanjang perjalanan, sesekali aku menjeri dan memukul stir. Kini aku tidak perduli lagi dengan keselamatanku, aku memacu kencang mobilku melebihi batas kecepatan yang seharusnya. Sesampainya dipantai aku berlari menuju tepi pantai yang sepi itu. Kurasakan hembusan angin yang menusukku, suara ombak yang bergulung-gulung ria dan terpecahkan oleh karang, kicauan burung diudara. Menemani selangkah dua langkah aku berlahan menuju dalamnya laut. Namun suara yang familiar samar-samar datang. Ia menyelamatkanku, dua kali tangannya menyelamatkanku yang hampir dalam tenggelam didinginnya laut saat itu. Yah. Pak Rey. Ia datang menyelamatkanku. Ia memompa perutku agar aku mengeluarkan air yang tertelan aga aku kembali sadar.
“apa kamu bodoh?! Apa yang kamu lalukan? Bentaknya khawatir, aku yang sadar rencana bunuh diriku gagal, hendak berlari menuju aut lagi.
“kenapa menyelamatkanku, biarlah aku mati, aa gunanya aku hidup kini?” rontaku dengan tangisan.
Ia memelukku erat “jangan pergi” pintanya dengan air mata yang mulai berjatuhan.
Setelah hatiku cukup tenang, kami berbicara, dengan hati yang pilu aku mengisak tangis.
“apa yang kamu pikirkan?”
“..” aku terdiam.
“maafkan aku, tolong hiduplah bahagia dari sekarang” pintanya tulus
“seseorang yang berarti bagiku pergi meninggalkanku hari ini, semua aset yang aku miliki, tabungan, rumah sekejap diambil oleh keluarga sendiri” ungkapku dengan pilu
“benar-benar hidup yang baik kan?” akupun menangis kembali. Ia mendekapku, menenangkan tangisku, sesekali kudengar ia juga ikut menangis.
“maafkan aku, aku menyembuhkan lukamu, tapi aku membuat lukamu menjadi besar, maafkan aku. Aku melakukan ini karena mencintaimu” ucapnya yang masih dalam dekapan padaku. Ia melepaskan dekapannya dan memandangku.
“sakit yang kuderita kini, membuatku tidak ada alasan untuk kita hidup bersama, aku sudah menjalani operasi 5 tahun lalu, namun dokter hal itu dapat sewaktu-waktu kembali kambuh, dan sewaktu-waktu membuatku kehilangan nyawa. Maafkan aku” ucapnya dengan memandagku.
“namun, kini. Aku tau, waktuku aku ingin mengisinya di waktu terakhir kita. Bersama-sama, maukah kau menikah denganku?”
Aku sontak terkejut mendengar lamarannya. Namun hal ini membahagiakan untukku setidaknya, masih ada seseorang yang memegangku sekali lagi ketika aku terluka, seseorang yang sangat aku cintai. Aku menerima lamaran itu, sebulan kemudian aku menikah dengannya. Kehidupan kami tidak semewah kehidupannku sebelum seluruh asetku dicuri kakakku. Namun, rumah kecil dekat pantai ini memberiku kenyamanan dan kemewahan yang tiada bandingnya. Hangatnya rumah ini, sehagat sinar sore dan pagi matahari membuat bekunya hatiku selama 5 tahun lalu perlahan mulai mencair, kehadiran Rey yang kembali memegang tanganku, benar-benar menyembuhkan lukaku. Kini kehidupan kami semakin bertambah berwarna ketika anak pertama kami lahir.
“Tuhan akan memberikan lukisan indah disetiap perjalanan kita, memberikan bayaran atas usaha apa yang kita lakukan, karena tuhan itu ada.” Ucapku menasehati anakku dengan hembusan angin ditepi pantai yang memberika kehangatan dihati kami.



TAMAT

Share this:

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar